|
Post by yulia_colldz on Jun 21, 2017 14:34:28 GMT
PROLOG: UNKNOWN MESSENGER
Kalian bisa posting di Night Time dan mengisinya dengan prolog karakter kalian, kegiatan kalian selama musim panas, atau yang kalian lakukan di night time sekarang sebelum memulai tutorial di Play Time dengan menggunakan format flashback sesuai how to play reach out sampai instruksi selanjutnya.
|
|
quadreye
Full Member
college pls staph
Posts: 103
Likes: 0
|
Post by quadreye on Aug 6, 2017 14:56:53 GMT
Name : Theodore Eames Class : X-2 Gold : 400 Inventory : none Other : none Location: School areas DAY 2: Chasing Through The haze
(Night Time)
Langit mulai berubah warna. Theo berjalan santai tanpa arah, bersiul dengan tangan di kantong celana. Pak Emmanuel dengan berbaik hati menawarkan bantuannya (dengan harga tertentu) setelah sekolah. Ia jadi teringat Sento (haha). Boleh juga... Tak disangka, soal Theo yang disetrum pagar tidak diungkit. Hanya soal mencoba masuk hutan. Theo tidak yakin ia harus merasa senang atau tidak soal itu.
Diingatnya kalau handphone nya masih dalam mode silent. Theo merogoh kantong jaketnya lalu membuka HP-nya untuk mengganti mode.
[5 Missed Calls] [8 New Messages]
Eh, tumben sekali. Theo lantas membuka lockscreen. Semua panggilan tidak terjawab itu dari Ed.
"...?"
Ada apa? Ada situasi darurat, kah? Apa ada pekerjaan super penting? Theo langsung membuka app sms.
Theo menahan diri untuk menghantukkan kepalanya ke benda keras terdekat. Ini Ed, ia tidak usah repot-repot khawatir sampai sejauh itu. Pasti hal yang tidak penting...
Dengan sedikit gusar, Theo mengetik balasan. Tidak ditunggu lama, Ed membalas.
Si anak berandalan ini...
Tentu saja, Theo tidak rela pintunya rusak lagi untuk entah keberapa kalinya. Repot, tahu. Ia harus melapor ke Mrs. Hummings, duplikat kunci, dll dll dll. Bukan cuma Theo yang repot, Mrs. Hummings juga ikutan repot.
Dengan berat hati, Theo pun pergi ke dorm dulu untuk mengambil kunci rumahnya dan berganti baju, lalu ia pergi ke game center.
(Game Center)
Theo berdecak agak kesal. Ed... 'Aku di game center', katanya, dadakan pula, tapi nyatanya Theo sudah berkeliling dua kali dan batang hidungnya tidak terlihat. Padahal dia sangat mudah terlihat dengan rambut putihnya. Theo bisa menebak kalau dia memakai combat boots dan syal panjang andalannya yang menyebalkan. Saat itu juga, HP Theo berbunyi. .............. Kalau begini, susah mau marah-marah... Ya sudah, Theo menunggu saja. Mungkin... Theo akan mencoba main sambil menunggu? Setelah mengisi kartu bermain (dulu koin, sekarang kartu, hebat sekali), mata Theo berkeliaran dengan canggung. Dia pernah masuk ke game center begini, tapi tidak pernah sendiri... Kalau dia ke sini pun dia palingan cuma jadi peramai--sesekali main semacam table hockey itu atau lempar bola basket, tapi itu saja mungkin... Dilihatnya suatu mesin yang berisi suatu benda yang familiar... Apa itu, game tembak-tembakan? Kakinya melangkah mendekati mesin tersebut. Semacam game sniper. Hm, memang familiar. Dilihatinya mesin itu dengan intens... lalu ia memasukkan 'koin' dengan kartu. Berat 'sniper rifle' yang digunakan untuk bermain terasa aneh di tangannya--modelnya pun tidak jelas, entahlah. Ia mencoba scope di rifle tersebut... Huh, apa ini maksudnya mempermudah? Aneh sekali kalau melihat ke layar... Setelah mengikuti game seadanya, Theo meletakkan rifle ke tempatnya semula. Misi gagal. Ah, sepertinya ia tidak berbakat dalam game apapun--bahkan yang familiar sekalipun. Menghela napas, Theo membalikkan badannya pasrah. Tidak disangka, ia bertubrukan dengan seseorang. Seseorang tersebut, jauh lebih kecil dari Theo, sedikit terlempar ke belakang karena impact, namun ia tidak jatuh. "Ah, maaf--" Mata Theo bertemu dengan mata seorang gadis berambut coklat bergelombang panjang. Yukina, teman sekelasnya. Ia... Ia teman baik Sylviana, bukannya? Yukina menyapu jaketnya lalu mengangguk, namun wajah datarnya terlihat tak ikhlas. Gadis itu terlihat seperti menyadari sesuatu, "Kau lupa. Aku germaphobia," ujarnya pendek. Agak tertegun mendengarnya bicara, pikiran Theo mulai berjalan agak normal--Yukina tidak terlihat seperti tipe gamer, ada apa dia ke sini? Setelah ditanya, Yukina mematung beberapa saat. Theo merasa sedikit terlalu frontal, tapi gadis itu menjawab, "Mencari lagu," Mencari lagu... di game center? Otak Theo kembali konslet. "Hanya memasstikan." lanjut Yukina, lalu ia kembali diam. Tidak puas dengan jawaban itu, Theo ikut diam terus menatapnya dengan tatapan sabar (itu selalu bekerja). Setelah menyadari bahwa Theo tidak akan mundur, Yukina melanjutkan dengan helaan napas frustasi, " Penting. Ada di sini. Aku rasa. Sampai jumpa." Rambut Yukina berkibas seraya ia berjalan menjauh, memeriksa mesin-mesin yang ia lewati. Theo hanya melongo--padahal, Theo mau saja membantu. Tapi rasanya kalau Theo mengejarnya, ia tak akan senang. Theo menaikkan bahunya--ia akan bertanya lain hari. Tetap saja, Theo tidak mengerti maksud dari 'mencari musik'. Ia bertanya-tanya di ROM, siapa tau ada yang punya ide atau apa karena tentunya mereka lebih pintar dari Theo. Selain spekulasi Cere, tak ada yang tahu betul. Bukan hari ini, berarti... Baru saja mau berkeliling lagi (sepertinya game ambil-ambil boneka itu menyenangkan), sesorang menepuk pundak Theo. Ia berbalik, dan menemukan sosok familiar yang sudah ia tunggu dari tadi. "Yo, Theo!" Yep, dia datang.
(Restaurant)
Ternyata Ed benar-benar mentraktirnya. Mereka duduk berhadapan di meja samping jendela. Makanan mereka hampir habis. Seharusnya ini situasi yang normal, tapi...
Entahlah, situasinya aneh. Pertama--dua anak perempuan yang terlihat sedikit lebih tua dari tadi memperhatikan mereka dengan cekikikan dan bisik-bisik. Kedua--ada nomor telpon (ada simbol hati pula) di tisu yang dibawakan gadis pelayan yang menangani mereka. Ketiga--tumben-tumbennya Ed makan daging hari ini, dia kan lebih suka sayur. Terakhir--Ed sendiri, yang memaksa mengajaknya ke sini, dari tadi tidak banyak bicara. Itu... sangat lain dari biasanya.
Aneh. Biasanya Theo senang kalau ia diam tapi ini aneh. Terlalu aneh.
Theo angkat bicara, "Kau kenapa hari ini?"
"Hah?"
"Tidak biasanya kau... hemat suara."
Ed mengalihkan pandangannya. "Iyakah? Mungkin kau tidak mengenalku cukup lama untuk tahu aku biasanya bagaimana."
Tatapan Theo tidak bergeming, matanya serius. Gertakan tidak mempan untuknya. Melihatnya, Ed tertawa, "Haha, aku bercanda! Jangan manyun dulu begitu, lah."
Merasa berani, Theo manyun.
Ed mengangkat kedua tangannya, menyerah. "Baiklah, begini."
"Insiden di hotel Sky itu... yang jatuh dari atap... gadis itu dari sekolahmu, kan?" Tanya Ed, nadanya serius. Theo mengangguk.
"Dengar, aku tidak tahu banyak lagi soal ini. Rumor yang beredar pun tidak mengarah ke siapapun. Setidaknya, belum. Tapi, entah kenapa aku merasa..." Ed terlihat menahan diri, "Ada sesuatu. Pasti ada sesuatu. Katakan itu insting, tebakan liar, tapi aku sudah di bisnis ini bertahun-tahun dan kalau firasatku mengatakan begitu... biasanya itu benar. Aku mencium sesuatu yang aneh."
Theo tidak menjawab, hanya mengangguk pelan sebagai sinyal untuk melanjutkan. Ia sendiri sudah tahu kalau ada 'apa-apa', tapi tidak mungkin akan ia bahas.
"Bisa jadi itu berhubungan dengan sekolahmu. Bisa jadi menimpa anak lain. Kau tahu maksudku," Ed menggosok belakang lehernya--ia tampak agak gugup. Oh, dia khawatir. Hampir saja Theo terenyuh. "Pokoknya, jaga dirimu. Kau salah satu yang terbaik di timku--kalau kau mati, kan sayang."
Theo menyerengit, "Kau pikir aku selemah itu?"
"Hah? Tidak, tidak, cuma. Aku tahu kebiasaanmu--"
"Ed, tenang," Tatapannya keras, "Aku tidak akan mati."
Ed terlihat tidak percaya, namun ia tidak protes. "...Oke, oke. Bagus. Aku hanya memperingatkan, sebagai atasanmu, karena kau punyaku."
Theo memutar bola matanya. Itu lagi...
Mereka melanjutkan makan malam mereka. Walaupun topik itu lewat, Ed masih terlihat tidak tenang. Theo tidak melakukan apa-apa soal itu. Giliran dia yang khawatir.
Sadar waktu, Theo pun pamit untuk kembali ke dorm. Ia memberi kunci (cadangan) rumahnya ke Ed, dengan sedikit mengancam agar dia mengembalikannya secepatnya besok ke penjaga dorm, juga beberapa ini-itu tentang tidak menghancurkan rumahnya. Entahlah Ed mendengar atau tidak, tapi ia terlihat lebih baik.
Sampai ke dorm, Theo langsung menitipkan HP-nya ke Pak Alistair, lalu kembali ke kamarnya.
|
|
|
Post by Sugarmints_ on Aug 10, 2017 1:50:32 GMT
Name: Lucia Hettinger Class: X-2 Club: None Gold: 750Inventory: flashlight
Day 2 : Chasing Through The Haze [Night Time]
"...Ngg.. nggg...."
Lucia menyandarkan kepalanya ke meja belajar, tangannya menunjuk-nunjuk kepala patung kelinci kecil di depanya.
"Axel Hart..?"
Matanya tertutup sembari otaknya menggali informasi mengenai nama yang baru saja di dapatnya.
"Haaah..."
Lucia menghela nafas, ia tidak bisa mengingat siapa anak ini, apa dia bukan anak X-2? Atau dia yang kurang perhatian dengan teman sekelasnya.
"Axel... seperti..nama laki-laki.. ngg iya.. sepertinya laki-laki."
Raut muka Lucia langsung berubah kecut, bukannya ia punya trauma khusus pada laki-laki, lebih tepatnya ia selalu merasa canggung dengan orang-orang disekitarnya, khususnya orang baru, tapi ia merasa bersalah jika tidak menyampaikan salam tukang kebun itu.
Lucia pun menarik nafas panjang, sepertinya besok ia harus berkunjung ke dorm laki-laki.
"...." "...." ".....co..coba.. tanya... teman yang lain.. dulu deh..."
Setelah yakin dengan keputusa nnya, Lucia pun, pergi menemuin Mrs.Yukari untuk memberikan ponselnya
|
|
Fio
Junior Member
Why did you run from me...
Posts: 66
Likes: 1
|
Post by Fio on Aug 10, 2017 6:28:42 GMT
Han Sergeyevich TolstovХан Серге́евич Толстов Profesi: Konselor sekolah dan wali kelas X-2 Gold: 500 Inventory: Brosur, secarik kertas berisi nama VIP hotel DAY 2: Chasing Through The haze(Night Time...) Waktu menunjukkan pukul 17.00 pada arlojinya. Shiftnya akan berakhir usai dia mengerjakan laporan evaluasi psikologi para murid serta keefektifan metode belajar mengajar di Sky High International; Oh, Ia juga sedang dalam proses pembuatan proposal kegiatan yang sekiranya akan mengurangi emotional detachment dan withdrawal symptom yang dialami oleh kebanyakan dari para siswa elit sini. Ah, belum lagi dia harus memperbarui database yang berisi daftar sekolah serta universitas terbaru serta akreditasi mereka sebagai bahan rekomendasi mereka yang mencarinya, terutama yang mendekati kelulusan. HHhh...Inilah yang akan terjadi ketika tidak hadir walaupun cuma sehari di sekolah baru. Pekerjaan yang tertunda dan akhirnya menumpuk. Han menghela nafas sembari lanjut mengetik cepat sebelum suara derapan kaki 2 orang yang diikuti dengan suara gebrakan pintu menghentikan dirinya dari pekerjaannya. Timbul dari balik pintu yang terbuka lebar muka dua siswa XI yang pernah berkonsultasi dengannya di hari sebelumnya muncul dengan nafas tersengal-sengal. "Kalian lagi..." sapa Han dengan wajah datar. "Pak!! Kau kemana saja hari ini tidak masuk!? Kau mau lari dari tanggung jawab ya!?" seru mereka seraya mengacungkan telunjuk membuat gestur menuduh. "Ahh..Гости пришли в понедельник? да. понедельник – день тяжёлый. э́то приметы, приметы !" keluh Han pada dirinya sendiri sambil menggaruk-garuk kepalanya. Keduanya hanya terdiam bingung mendengarkan konsultan mereka yang satu ini. "Bapak bicara apa...?" "Ah, tidak. Kalian baru saja membuktikan takhayul Rusia soal hari senin pada kunjungan kalian kemarin dan kini. Jadi... apa yang membawa kalian kesini di waktu yang sibuk ini Grante, Doyle?" Kedua anak yang bernama Grante dan Doyle tersebut melihat satu sama lain dengan cengiran pada wajah mereka kemudian saling mengangguk. Grante seketika mengambil langkah mantap berjalan ke arah Han dengan mendengus sombong lalu menyodorkan sebuah gulungan biru pada Han. Doyle mengikuti di belakangnya manggut-manggut masih dengan sebuah cengiran besar di wajahnya mengintip dari belakang Grante. "Bukalah, pak!" pinta mereka dengan mata berbinar-binar. Dengan ragu, Han meraih gulungan tersebut dan membukanya dengan perlahan. Matanya menganalisa struktur dan diagram yang tergambar pada gulungan dan menyerapi deskripsinya sebelum akhirnya ia menyadari apa yang tengah ia pegang. "I-Ini...cetak biru skema reaktor fusi dingin!?!" ujarnya terpukau. "Ckckck, bapak melewatkan hal yang lebih hebatnya lagi. Coba lihat skala ukurannya, itu tidak hanya sebuah reaktor nuklir fusi dingin tetapi sebuah reaktor nuklir fusi dingin jinjing!!!" kata Grante dengan bangga. "Tidak sampai disitu saja, pak! Tetapi alat ini bisa menghasilkan energi sebesar 10 megawatt bahkan lebih!" ujar Doyle bersemangat "...Kalau kami bisa mengerjakannya dengan benar dan mendapatkan solusi pada beberapa bagian yang perhitungannya bermasalah." lanjutnya lirih. "Y-Yaaaah... kami hanya harus mencari cara untuk meningkatkan tingkat osilasi nya, membuat struktur badan penyimpanan yang kokoh untuk reaktor agar anti bocor lalu membuat energinya self-sustainable..." "Masalah kalian masih banyak lagi, mendapatkan bahan material mentah dan pengolahan termasuk pembuangannya, kemudian masalah keamanan dan keselamatan proyek kalian. Eksperimentasi dengan reaktor nuklir bisa menyebabkan ledakan, berbagai barang meleleh juga resiko paparan terhadap zat-zat radioaktif lebih dari level yang aman bagi tubuh kalian. Apa kalian sudah menyiapkan solusi untuk ini semua?" "Masalah itu kami sudah mempertimbangkannya. Hanya di beberapa bagian..." kedua anak itu mulai menguraikan berbagai kendala juga keterbatasan yang mereka hadapi termasuk kemungkinan penyelesaiannya kepada Han. "... hanya sampai disitu yang bisa kami akali pak. Kami bahkan sudah bekerja sama juga dengan pak Inuzuka. Sisanya kami tampaknya butuh bantuan lebih tetapi kami tidak tau darimana..." ujar Doyle pelan. Han memandangi cetak biru di tangannya dengan cukup lama. "Proyek kalian ini saya rasa sangatlah ambisius.. tetapi misalkan kalian sampai bisa sukses menyelesaikan alat ini, masalah energi di bumi bisa teratasi. Ini suatu hal yang mengagumkan." gumamnya. "Baiklah, saya akan mencoba menghubungi rekan saya yang tengah berada di NASA. Kalau tidak salah mereka juga tengah bergelut dengan hal yang mirip dengan ini.." "Low energy nuclear reactor!!" sahut Grante dan Doyle secara bersamaan. "Ah, ya. LENR. Biar kuhubungi dia nanti untuk mengontak kalian dan bekerja bersama Inuzuka sebagai rekan pembimbing. Kuharap dia bisa membantu kalian--" Kedua anak tersebut sontak bangkit dari kedua kursinya dan berteriak gembira mendengar kabar tersebut. "WOOOWW!! Seorang pembimbing dari NASA!! Ini keren sekali!! Kalau begitu kami juga akan memulai membangun rencananya dan menata ulang laboratorium kami!" "Ah hei! Aku tidak bilang dia dari NASA, dia hanya sedang berada di NASA!" seru Han kepada mereka yang sudah melesat keluar dari ruang konseling setelah merebut kembali cetak biru mereka dari tangan Han. Astaga, mereka terlalu antusias dan tidak pernah mau mendengarkan. Nanti aku pasti disalahkan lagi... Hmph, biarlah. Sekarang aku harus mengontak Kreyze dari Роскосмос (Roskosmos) untuk mengontak Khrunichev yang sedang memata-matai NASA... Han melirik layar monitornya yang menampilkan laporan setengah jadi. Lima belas menit untuk menyelesaikan semua ini? Kurasa tidak mungkin.. Sepertinya aku harus terlambat pulang sekitar sejam lebih. Steve bisa makin jengkel denganku kalau terlalu lama. Baiklah, fokus. Setelah ini aku akan menghadiahi diriku dengan menenggak beberapa gelas Belvedere vodka. Sejam kemudian, Han menyelesaikan laporan dan memperbarui database lalu menyisihkan proposalnya untuk diselesaikan besok. Usai mengembalikan kunci ruangannya kepada Security, Han menjeling arlojinya yang menunjukkan pukul 19.12 dan berpikir untuk menanyakan kepada Alistair di Dormitory kemana dia harus pergi untuk bisa ikut mengunjungi Chase Crawford.
|
|
yumiko
New Member
Welcome, collage life
Posts: 46
Likes: 0
|
Post by yumiko on Aug 10, 2017 8:19:51 GMT
Name: Maggie Class: X-2 Club: - Inventory: - Gold:600
Matahari mulai tenggelam menanandakan pergantian waktu. Maggie merasa sedikit lelah setelah membantu track club. Mungkin akan lebih baik jika dia tetap di rumah sakit dan berbaring di sana. Ia mengeluarkan handphonenya dan menatapi layar handphone tersebut, memutuskan apakah ia harus membalas pesan kakaknya yang sering menghilang saat ia pulang itu. Akhirnya Maggie menjawab dengan balasan super simple dan pendek berupa huruf K saja.
Tak tau ingin kemana, Maggie hanya mengelilingi sekolah tanpa ada tujuan yang jelas. Malas rasanya jika langsung kembali ke dorm. Setidaknya ia menunggu Cere jatuh ke alam mimpi dulu. Rasanya sedikit bosan hari ini bagi Maggie, ia merasa bosan tanpa adanya ocehan pengantar tidur dari guru kegiatan belajar mengajar. Tak sadar sudah berjalan lumayan lama, kakinya telah mengantarnya ke depan Mall.
"Karena sudah disini, kenapa tidak masuk saja sekalian." Maggie melangkahkan kakinya memasuki Mall dan berputar-putar mengelilingi Mall dan akhirnya memutuskan pergi ke theatre
|
|